MEMBENTUK KONSISTENSI DALAM DIRI

on Kamis, 18 Desember 2014

 
            Konsentrasi diri, membaca atau mendengar kata tersebut rasanya kita patut bertanya terhadap diri kita sendiri. Apakah kita sudah bersikap konsisten selama ini? Atau justru sikap kita selama ini jauh dari kata konsisten ? bahkan acap kali kita tidak menyadari, bahwa tindakan kita telah melenceng dari makna konsistensi diri itu sendiri.
            Dari segi Bahasa,konsistensi berasal dari kata serapan Bahasa inggris yaitu consistency yang berarti kepadatan atau ketepatan.
Sedangkan dalam terjemahan Bahasa Indonesia, menjadi kata konsisten yang berarti , tetap, selaras, dan sesuai . sedangkan diri ,mempunyai arti perseorangan. Sehingga didapat makna dari konsistensi diri adalah bersikap tetap berpegang teguh sesuai dengan apa yang telah di tekadkan terhadap diri kita sendiri . kaitannya juga dengan berpegang janji terhadap diri sendiri untuk bisa terus bersikap teguh pada pendirian.
            Cerminan perilaku konsistensi diri salah satunya dapat terlihat pada, tepatnya seorang dalam berpikir,tutur Bahasa tegas dalam berbicara,konkret dalam bertindak, teguh dalam berprinsip , serta pastinya bersifat korektif.
Tepatnya seseorang dalam berpikir , artinya kita tau arah tentang apa yang harus dilakukan kedepannya.
Dalam ilmu manajemen,terdapat adanya proses manajemen . yang langkah awalnya yaitu menyusun planning(perencanaan) dalam berpikir pun sama, kita harus menyusun perencanaan yang matang dan tepat sebelum bertindak. Namun pada pembahasan berpikir disini,bukanlah “terlalu banyak berpikir” yang akhirnya hanya memicu sifat ragu-ragu dan tidak dapat dipercaya diri untuk mengambil sikap.
Karena tak sedikit kesalahan terbesar orang gagal adalah terlalu banyak berpikir dan tidak segera melakukan tindakan. Tetapi berpikir disini adalah berpikir yang tidak kompleks,berpikir sedehana namun pasti.
Tutur bahsa tegas dalam berbicara,ada banyak orang yang mempunyai penilaian bahwa karakter atau sifat seseorang dapat dikenal melalui Bahasa ataupun cara seseorang itu saat berbicara. Contoh , orang yang mempunyai sifat banyak omong atau istilahnya cerewet  identic dengan cara bicaranya lebih dominan dibanding lawan bicaranya. Cenderung selalu saja terdapat obrolan ataupun topik pembahasan dari setiap percakapan. Sehingga ada beberapa orang yang merasa kurang nyaman dengan kecenderungan berbicaranya orang cerewet. Tetapi orang yang cerewet juga adalah salah satu karakter orang yang bersikap apa adanya , selalu mengkritik sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan pemahaman dirinya,
Cara berbicara tersebutlah yang akan membedakan antara orang yang cerewet dengan orang pendiam.
Sehingga pada konteks berbicaranya orang yang berkonsistensi diri yaitu tegas dalam berbicara. Tegas bukan berarti keras saat menyampaikan bahsa. Melainkan jelas,terang dalam menyampaikan sesuatu. To the point , tidak bertele-tele . serta omongannya pun selalu konsisten. Hari ini berkata “A” maka esok maupun lusa akan berkata “A”.
Kemudian konkret dalam bertindak, sebagaimana pepatah mengatakan “jangan hanya pandai bicara namun pasif dalam bertindak”. Seseorang yang mempunyai konsistensi diri yang tinggi akan mengaplikasikan perkataannya lewat tindakan. Yaitu kita harus bisa menerapkannya lewat tindakan yang nyata,bukan sekedar perkataan atau omongan kosong saja.
Dimana teori pemahaman dalam berbicara bernilai 100,maka pada praktek pemahaman dalam bertindak pun harus bernilai 100. Sehingga akan terlihat relevan antara teori dan praktek dalam beraksi.
Teguh dalam berprinsip, ini juga merupakan point yang paling penting untuk mengetahui apakah kita konsistenm atau tidak “hidup itu harus punya acuan”, harus memiliki dan berpegangan teguh dalam berprinsip, apapun keadaan yang nantinya akan kita hadapi. Tapi juga ada beberapa orang yang berpandangan kalau orang yang berprinsip adalah orang yang pemikirannya picik dan tidak dapat berpikir realistis. Pandangan tersebut yang justru kurang tepat, karena dengan kita mempunyai prinsip hidup yang positif maka hidup kita akan tertata.
Kita akan mengetahui batasan-batasan dalam bertindak,dan tidak keluar dari jalur prinsip hidup yang telah kita pegang.
Terakhir bersifat korektif, artinya kita selalu berusaha untuk berani  memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat. Dalam tahap pengoreksian,terjadi proses perenungan dan evaluasi diri, yang dapat membentuk konsistensi dalam diri kita . dengan catatan, kita tidak akan terjurumus  pada kesalahan yang sama. Karena akan banyak pelajaran dari sebuah proses perenungan tersebut. Kita juga bisa menjadikannya sebagai batu loncatan untuk berubah kearah yang lebih baik.
            Meskipun begitu, pada realitanya tak banyak orang yang mempunyai sikap konsistensi yang tinggi. Cenderung diantara kita lebih banyak orang yang bersikap plin-plan dan mudah goyah pendiriannya. Pemahaman teori tentang konsistensi diri saja tidak cukup,karena yang paling utama adalah mengaplikasikan lewat pikiran, hati sekaligus tindakan. Sehingga nantinya tercipta harmonisasi yang sesuai dengan norma-norma konsistensi diri . karena bisa saja kita paham betuk secara teori akan sesuatu hal, yang pada dasarnya hal tersebut tidak harus dilakukan. Namun karena ketidaksesuaian antara pemikiran,hati ada juga tindakan , akhirnya sesuatu yang kita pahami betul secara teorinya, malah kita lakukan dalam prakteknya.
Hal-hal yang semacam itu yang harus kita hindari, bila perlu kita cegah dalam ketidaksesuaian tersebut, biasanya terjadi pergolakan batin dan pikiran.
Terjadi perbedaan kemauan antara pikiran dan hati nurani .sehingga diri kita merasa bimbang mengenai tindakan apa yang kita lakukan. Padahal sudah jelas tergambar dalam teori, bahwa sesuatu yang betul sudah jelas betul, dan sesuatu yang salah sudah tentu salah. Dari efek bimbang itu , kita menganggap apa yang betul menjadi betul, ragu-ragu dalam bertindak dan rancu dalam berpikir. Kemudian apabila konsistensi dalam diri tidak ada,maka aka nada efek negative yang terjadi terhadap kita . kita mudah untuk dipengaruhi oleh orang lain, tidak dapat mandiri (terlebih mandiri dalam berpikir) dan yang fatal adalah ketika hidup kitaterpuruk hanya karena salah dalam mengambil keputusan yang tepat. Lalu dalam Al-Qur’an maupun hadits nabi pun sudah terang sekali, bahwasannya sikap ragu-ragu dan tidak konsisten itu tidak dianjurkan. Seperti yang tergambar dalam firman Allah SWT, Q.S Al-Baqarah : 147

http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/2_147.png
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS: Al-Baqarah Ayat: 147)

            Kemudian muncul sebuah pertanyaan, lantas apa yang harus kita lakukan supaya konsistensi dalam diri ini terbentuk yang harus kita lakukan adalah mencoba resep BIR (Butuh,Ingat dan Rasa). Maksudnya butuh adalah disini tidak dapat dipungkiri bahwa individu dengan individu lainnya, atau individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok.
            Kita membutuhkan orang lain, dimana orang tersebut yang kita anggap tepat dan yang kita rasa bijak dalam memberikan nasihat maupun pendapat untuk kita. Orang yang tepat dan bijak biasanya selalu bersikap netral. Melihat sesuatu secara obyektif, tidak memandang siapa kita dan paham antara yang betul dan salah , yang hak dan yang bathil.
Pemilihan orang yang tepat ini harus kita pilih secara tepat pula. Karena kita butuh orang lain, tetapi kita tidak butuh banyak orang untuk tahu akan masalah kebimbangan yang kita hadapi.
Sebab jika terlalu banyak orang yang memberikan suaranya atau pendapatnya, maka potensi-potensi untuk kita bimnbang akan semakin tinggi. Kita justru akan terombang-ambing dengan pendapat si A, si B ,Si C, Si D maupun si E .
yang kita perlukan adalah “cukup orang yang tepat dan bijak”. dari beberapa nasihat dan pendapat dari orang yang tepat itulah kita belajar konsistensi diri. karena setidaknya pepatah mengatakan ,”kalau kita ingin menjadi orang yang pintar,maka patutlah kita berteman dengan orang yang pintar pula. Jika kita berteman dengan orang yang bodoh ,maka kita akan meniru kebodohannya.”
            Selanjutnya resep ingat, artinya ingat tentang tujuan kita berkonsistensi diri . karena yang namanya tujuan adalah maksud dan proses akhir dari sebuah perjalanan.
Ketika kita sudah focus akan tujuan kita berkonsistensi diri, maka otomatis kita sudah tau arah dalam memfilter tindakan yang harus kita lakukan dan tindakan mana yang tidak harus kita lakukan, kita dapat memfilter keputusan mana yang tepat untuk diambil dan keputusan mana yang tidak dapat untuk diambil. Dengan kita selalu mengingat-ingat tentang tujuan berkonsistensi diri, dapat pula menimalisir goyahnya pikiran dan tindakan kita. Contoh , ketika pikiran kita melenceng dari tujuan konsistensi diri atau tindakan kita sudah mengindikasikan sikap yang tidak konsisten dan melanggar janji terhadap diri, sesegera mungkin cobalah ingat tujuan awal kita untuk konsisten, maka hal tersebut memungkinkan kita untuk ada batasan dalam bertindak.
            Resep terakhir adalah rasa, artinya rasa percaya bahwa kita bisa berubah kea rah yang lebih baik lagi dengan harus bersikap konsisten. Hal itu yang salah satunya dapat membentuk konsistensi dalam diri kita. Rasa percaya tersebut memuat sebuah keyakinan yang kuat, dan dari keyakinan itulah yang mensugestikan dan memotivasi pikiran kita agar bisa bersikap konsisten dan dapat menjadi orang yang lebih tegas dalam mengambil sikap .
            Keadaan hidup kitamemang tidak selamanya mudah untuk dijalani. Banyak pilihan-pilihan yang dapat membimbangkan untuk kita ambil. Adakalanya jika kita tidak konsisten atau konsistensi dalam diri ini tidak terbentuk, maka hanya akan mengombang-ambimhkan perasaan dan pikiran kita. Istilah jawa bilang “ruwet ngejlimet” dalam menentukan sikap. Oleh karena itu, sebelum kita hanyut dalam kebimbangan yang terlalu jauh lagi, maka pantaslah kita mengantisipasinya lewat bentukan sikap konsisten. Mempola serta merancang konsistensi dalam diri kita sebaik mungkin. Insya Allah jika niat kita tidak setengah-setengah untuk bisa konsisten, maka kedepannya pun kita akan terus bisa bersikap konsisten.

0 komentar:

Posting Komentar