Membentuk Konsistensi Diri, By Sonia HR

on Sabtu, 06 Oktober 2012

Konsistensi diri, membaca atau mendengar kata tersebut rasanya kita patut bertanya terhadap diri kita sendiri. Apakah kita sudah bersikap konsisten selama ini ? atau justru sikap kita selama ini jauh dari kata konsisyen ? bahkan acap kali kita tidak menyadari, bahwa tindakan kita telah melenceng dari makna konsistensi diri itu sendiri.
Dari segi bahasa, konsistensi berasal dari kata serapan bahasa Inggris yaitu Consistency yang berarti kepadatan atau ketepatan.
sedangkan dalam terjemahan bahasa Indonesia, menjadi kata konsisten yang berarti, tetap, selaras dan sesuai.
kemdian diri, mempunyai arti perseorangan.
sehingga di dapat makna dari konsistensi diri adalah bersikap tetap berpegang teguh sesuai dengan apa yang telah di tekadkan terhadap diri kita sendiri. kaitannya juga dengan berpegang janji terhadap diri sendiriuntuk bisa terus bersikap teguh pada pendirian.
cerminan perilaku konsistensi diri salah satunya dapat terlihat pada, tepatnya seseorang dalam berpikir, tutur bahasa tegas dalam berbicara, konkret dalam bertindak, teguh dalam berprinsip, serta pastinya bersifat korektif.
#Tepatnya Seseorang Dalam Berpikir, artinya kita tahu arah tentang apa yang harus di lakukan kedepannya.
dalam ilmu manajemen, terdapat adanya proses manajemen. yang langkah awalnya yaitu menyusun PLANNING (Perencanaan). Dalam berpikir pun sama, kita harus menyusun perencanaan yang matang dan tepat sebelum bertindak. namun pada pembahasan bepikir disini, bukanlah "terlalu banyak berpikir", yang akhirnya hanya memunculkansifat ragu-ragu dan tidak percaya diri untuk mengambil sikap. karena tak sedikit kesalahan terbesar orang gagal adalah terlalu banyak berpikir dan tiadak segera melakukan tindakan. tetapi berpikir disini adalah b erpikir yang tidak kompleks, b erpikir sederhana namun pasti.
#Tutur Bahasa Tegas Dalam Berbicara, ada banyak orang yang mempunyai penilaian bahwa karakter atau sifat seseorang dapat dikenal melalui bahasa ataupun cara seseorang itu saat berbicara. contoh, orang yang mempunyai sifat banyak omong atau istilahnya cerewet identik dengan cara bicaranya yang lebih dominan di banding lawan bicaranya. cenderung selalu saja terdapat obrolan ataupun topik pembahasan dari setiap percakapan. sehingga ada beberapa orang yang merasa kurang nyaman dengan kecenderungan berbicaranya orany yang cerewet. tetapi orang yang cerewet juga adalah salah satu karakter orang yang bersikap apa adanya, selalu mengkritik sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan pemahamn dirinya. cara bicara tersebutlah yang mebedakan anatara orang yang cerewet dengan orang pendeiam.
sehingga pada konteks berbicaranya orang yang berkonsistensi diri yaitu tegas dalam berbicara. tegas bukan berarti keras saat menyampaikan bahasa. melainkan jelas, terang dalam menyampaikan sesuatu. 'to the point', tidak bertele-tele. serta omongannya pun selalu konstan. jika hari ini berkata 'A', maka esok maupun lusa akan berkata 'A'.
#kemudian Konkret Dalam Bertindak, sebagaimana pepatah mengatakan “jangan hanya pandai bicara namun pasif dalam bertindak”. Seseorang yang mempunyai konsistensi diri yang tinggi akan mengaplikasikan perkataannya lewat tindakan. Yaitu kita harus bisa menerapkannya lewat tindakan-tindakan yang nyata, bukan sekedar perkataan atau omong kosong saja. Dimana teori pemahaman dalam berbicara bernilai 100, maka pada praktek pemahaman dalam bertindak pun harus bernilal 100. Sehingga akan terlihat relevan antara teori dan praktek dalam beraksi.
#Teguh dalam Berprinsip, ini juga merupakan point yang paling penting untuk mengetahiu apakah kita konsisten atau tidak. “hidup itu harus punya acuan”, harus memiliki dan berpegang teguh dalam berprinsip, apapun keadaan yang nantinya akan kita hadapi. Tapi juga ada beberapa orang yang berpandangan bahwa orang yang berprinsip adalah orang yang pemikirannya picik dan tidak dapat berpikikir realistis. Pandangan tersebut yang  justru kurang tepat, karena dengan kita mempunyai prinsip hhidup yang positif maka hidup kita akan tertata. Kta akan mengetahui batasan-batasan dalam bertindak, dan tidak keluar dari jalur prinsip hidup yang telah kita pegang. Terakhir,
#Bersifat Korektif, artinya kita selalu berusaha untuk berani memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat. Dalam tahap pengoreksian, terjadi proses perenungan dan evaluasi diri, yang dapat membentuk konsistensi dalam diri kita. Dengan catatan, kita tidak akan terjerumus pada kesalahan yang sama. Karena akan banyak pelajaran dari sebuah proses perenungan tersebut. Kita juga bisa menjadikannya sebagai ‘batu loncatan’ untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Mekipun begitu, pada realitanya tak banyak orang yang mempunyai sikap konsistensi yang tinggi. Cenderung diantara kita lebih banyak orang yang bersikap plin-plan dan mudah goyah pendiriannya. Pemahaman teori tentang kosistensi diri saja tidak cukup, karena yang paling utama adalah mengaplikasikannya lewat pikiran, hati sekaligus tindakan. Sehingga nantinya tercipta harmonisasi yang sesuai dengan norma-norma konsistensi diri.
Karena bisa saja kita paham betul secar teori akan sesuatu hal, yang pada dasarnya hal tersebut tidak harus dilakukan. Namun karena ketidaksesuaian antara pemikiran, hati dan juga tindakan, akhirnya sesuatu yang kita pahami betul secara teorinya, malah kita lakukan dalam prakteknya. Hal-hal yang semacam itu yang harus kita hindari, bila perlu kita cegah. Dalam ketidaksesuaian tersebut, biasanya terjadi pergolakan batin dan pikiran. Terjadi perbedaan kemauan antara pikiran dan hati nurani. Sehingga diri kita merasa bimbang mengenai tndakan apa yanh harus kita lakukan.
Padahal sudah jelas tergambar dalam teori, bahwa sesuatu yang betul sudah jelas betul, dan sesuatu yang salah sudah tentu salah. Dari efek bimbang tersebut, kita menganggap apa yang betul menjadi betul, dan apa yang salah  menjadi betul pula untuk dilakukan. Semuanya selalu kita anggap betul semua.   Hal itu yang nantinya menjadi sebuah kebiasaan diri untuk bersikap tidak konsisten, bimbang dalam pengambilan keputusan, ragu-ragu dalam bertindak dan rancu dalm berpikir. Kemudian apabila konsistensi dalam diri ini tidak ada, maka akan ada efek negatif yang terjadi terhadap diri kita. Kita mudah untuk di pengaruhi oleh orang lai, tidak dapat mandiri (terlebih dalam berpikir) dan yang fatal adalah ketika hidup kita terpuruk hanya karena salah dalm mengambil keputusan yang tepat.
Lalu dalam Al-qur’an maupun hadist Nabi pun sudah terang sekali, bahwasannya sikap ragu-ragu dan tidak konsisten itu tidak di anjurkan.
Seperti yang tergambar dalam firman Allah. SWT, Q.S Al-Baqarah: 147

“Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka jangankah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orangg-orang yanh ragu”. (Q.S Al-Baqarah: 147)

BERSAMBUNG……