Tugas 3 "Ethical Governance"

on Kamis, 08 Oktober 2015


Nama: Sonia Hosey Rosalina
NPM: 27212104
Kelas: 4EB19
Matkul: Sotskill (BAB III)

ETHICAL GOVERNANCE

A. Governance System
Sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem dan pemerintahan. Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
• Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatu
• Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
• Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
• Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan.
• Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk undang-undang.
• Kekuasaan Yudiskatif yang berarti kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang.
Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar-lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Sehingga lembaga-lembaga yang berada dalam satu sistem pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
1. Presidensial (presidensiil), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasanlegislatif.
2. Parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya
3. Komunis adalah istilah politik yang digunakan untuk mendeskripsikan bentuk pemerintahan suatu negara yang menganut sistem satu partai dan mendeklarasikan kesetiaan kepada komunisme (Marxisme, Leninisme, atau Maoisme)
4. Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi
5. Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas
6. Capital artinya kepentingan modal masih berpengaruh kuat atau dominan dalam menentukan suatu kebijakan politik, ekonomi, sosial budaya.

B. Budaya Etika
Setiap negara memilki budaya yang berbeda-beda. Dalam setiap budaya, biasanya memiliki keunikan tersendiri. Budaya tidak hanya soal seni, tapi budaya juga diterapkan dalam etika. Budaya etika yang baik akan menghasilkan hal yang baik pula. Tidak hanya dalam kehidupan bermasyarakat, budaya etika juga harus diterapkan dalam berbagai bidang misalnya bisnis. Konsep etika bisnis tercermin pada corporate culture (budaya perusahaan). Menurut Kotler (1997) budaya perusahaan merupakan karakter suatu perusahaan yang mencakup pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh jajaran perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian, berbicara, melayani tamu dan pengaturan kantor.
Pendapat umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis yaitu :
a. Menetapkan credo perusahaan
Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
b. Menetapkan program etika
Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
c. Menetapkan kode etik perusahaan
Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.

C. Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).

D. Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
Di dalam Perilaku korporatif, peran pemimpin sangat penting antara lain :
1. First Adapter, penerima dan pelaksana pertama dari budaya kerja
2. Motivator, untuk mendorong insan organisasi/korporasi melaksanakan budaya kerja secara konsisten dan konsekuen
3. Role Model, teladan bagi insan korporasi terhadap pelaksanaan budaya kerja
4. Pencetus dan pengelola strategi, dan program budaya kerja sesuai kebutuhan korporasi.

E. Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.

vContoh Kasus Ethical Governance
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil terus menata kotanya. Tak seperti pejabat di propinsi tetangga yang dengan sangat arogan menggusur warganya yang sudah menghuni puluhan tahun, Kang Emil -begitu beliau akrab disapa- melakukan pendekatan yang sangat manusiawi kepada warga kota Bandung.
"Hari ini berdiskusi panjang dengan PKL jalan Dayang Sumbi mencari solusi. Alhamdulillah setelah 30 tahun di situ yang zona merah mereka mau menerima solusi relokasi ke tempat baru yang dekat dan saling menguntungkan," tutur Kang Emil di laman facebooknya, Kamis 27 Agustus 2015.
"Sebelum itu saya mengecek progres revitalisasi tepian Cikapundung agar selesai tepat waktu dan warga Bandung bisa berinteraksi di pinggir Sungai yang bersih dan nyaman," ujar Kang Emil.
"Sebelumnya lagi melakukan Sapa Warga di Bandung Kidul. Hatur Nuhun," tutupnya.
Langkah Kang Emil ini mendapat simpati warga dan ribuan netizen yang menyematkan jempol “like” di facebook.
"Pemimpin yang tidak penuh janji..namun penuh dengan bukti.. menenangkan rakyat tanpa perlu emosi namun dengan rendah hati dan diskusi...... good luck kang emil...," komen netizen Yusup Hendrawan.
"Ada 10 orang aja pemimpin kayak kang Emil ini, inshaa Allah indonesia jadi negara terindah di dunia ini,” ujar netizen Soharudin.
Komentar senada dari 833 netizen mengapresiasi Kang Emil.

vOpini Kasus:
Budaya etika yang baik akan menghasilkan hal yang baik pula. Tidak hanya dalam kehidupan bermasyarakat, budaya etika juga harus diterapkan dalam berbagai bidang, salah satunya yaitu etika dalam pemerintahan. Pemerintah boleh mengatur rakyatnya, tapi jangan bertindak diktaktor dan arogan dalam membuat keputusan.
Dalam kasus diatas yang dapat diambil pelajaran adalah, dalam beretika pemerintah harus bersahabat dengan rakyatnya. Dapat melakukan cara-cara yang elegan dan lebih manusiawi seperti musyawarah dan diskusi baik-baik untuk menerapkan sebuah kebijakan, tidak bertindak secara arogan, ekstrem, dan dengan cara kekerasan.

Sumber:

0 komentar:

Posting Komentar