Konsentrasi diri, membaca atau mendengar kata tersebut
rasanya kita patut bertanya terhadap diri kita sendiri. Apakah kita sudah
bersikap konsisten selama ini? Atau justru sikap kita selama ini jauh dari kata
konsisten ? bahkan acap kali kita tidak menyadari, bahwa tindakan kita telah
melenceng dari makna konsistensi diri itu sendiri.
Dari segi Bahasa,konsistensi berasal dari kata serapan
Bahasa inggris yaitu consistency yang
berarti kepadatan atau ketepatan.
Sedangkan dalam
terjemahan Bahasa Indonesia, menjadi kata konsisten yang berarti , tetap,
selaras, dan sesuai . sedangkan diri ,mempunyai arti perseorangan. Sehingga
didapat makna dari konsistensi diri adalah bersikap tetap berpegang teguh
sesuai dengan apa yang telah di tekadkan terhadap diri kita sendiri . kaitannya
juga dengan berpegang janji terhadap diri sendiri untuk bisa terus bersikap
teguh pada pendirian.
Cerminan perilaku konsistensi diri salah satunya dapat
terlihat pada, tepatnya seorang dalam berpikir,tutur Bahasa tegas dalam
berbicara,konkret dalam bertindak, teguh dalam berprinsip , serta pastinya
bersifat korektif.
Tepatnya seseorang
dalam berpikir , artinya kita tau arah tentang apa yang harus dilakukan
kedepannya.
Dalam ilmu
manajemen,terdapat adanya proses manajemen . yang langkah awalnya yaitu
menyusun planning(perencanaan) dalam
berpikir pun sama, kita harus menyusun perencanaan yang matang dan tepat
sebelum bertindak. Namun pada pembahasan berpikir disini,bukanlah “terlalu
banyak berpikir” yang akhirnya hanya memicu sifat ragu-ragu dan tidak dapat
dipercaya diri untuk mengambil sikap.
Karena tak sedikit
kesalahan terbesar orang gagal adalah terlalu banyak berpikir dan tidak segera
melakukan tindakan. Tetapi berpikir disini adalah berpikir yang tidak
kompleks,berpikir sedehana namun pasti.
Tutur bahsa tegas dalam
berbicara,ada banyak orang yang mempunyai penilaian bahwa karakter atau sifat
seseorang dapat dikenal melalui Bahasa ataupun cara seseorang itu saat
berbicara. Contoh , orang yang mempunyai sifat banyak omong atau istilahnya
cerewet identic dengan cara bicaranya
lebih dominan dibanding lawan bicaranya. Cenderung selalu saja terdapat obrolan
ataupun topik pembahasan dari setiap percakapan. Sehingga ada beberapa orang
yang merasa kurang nyaman dengan kecenderungan berbicaranya orang cerewet.
Tetapi orang yang cerewet juga adalah salah satu karakter orang yang bersikap
apa adanya , selalu mengkritik sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan
pemahaman dirinya,
Cara berbicara
tersebutlah yang akan membedakan antara orang yang cerewet dengan orang
pendiam.
Sehingga pada konteks
berbicaranya orang yang berkonsistensi diri yaitu tegas dalam berbicara. Tegas
bukan berarti keras saat menyampaikan bahsa. Melainkan jelas,terang dalam
menyampaikan sesuatu. To the point ,
tidak bertele-tele . serta omongannya pun selalu konsisten. Hari ini berkata
“A” maka esok maupun lusa akan berkata “A”.
Kemudian konkret dalam
bertindak, sebagaimana pepatah mengatakan “jangan hanya pandai bicara namun
pasif dalam bertindak”. Seseorang yang mempunyai konsistensi diri yang tinggi
akan mengaplikasikan perkataannya lewat tindakan. Yaitu kita harus bisa
menerapkannya lewat tindakan yang nyata,bukan sekedar perkataan atau omongan
kosong saja.
Dimana teori pemahaman
dalam berbicara bernilai 100,maka pada praktek pemahaman dalam bertindak pun
harus bernilai 100. Sehingga akan terlihat relevan antara teori dan praktek
dalam beraksi.
Teguh dalam berprinsip,
ini juga merupakan point yang paling penting untuk mengetahui apakah kita
konsistenm atau tidak “hidup itu harus punya acuan”, harus memiliki dan
berpegangan teguh dalam berprinsip, apapun keadaan yang nantinya akan kita
hadapi. Tapi juga ada beberapa orang yang berpandangan kalau orang yang
berprinsip adalah orang yang pemikirannya picik dan tidak dapat berpikir
realistis. Pandangan tersebut yang justru kurang tepat, karena dengan kita
mempunyai prinsip hidup yang positif maka hidup kita akan tertata.
Kita akan mengetahui
batasan-batasan dalam bertindak,dan tidak keluar dari jalur prinsip hidup yang
telah kita pegang.
Terakhir bersifat
korektif, artinya kita selalu berusaha untuk berani memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat.
Dalam tahap pengoreksian,terjadi proses perenungan dan evaluasi diri, yang
dapat membentuk konsistensi dalam diri kita . dengan catatan, kita tidak akan
terjurumus pada kesalahan yang sama.
Karena akan banyak pelajaran dari sebuah proses perenungan tersebut. Kita juga
bisa menjadikannya sebagai batu loncatan untuk berubah kearah yang lebih baik.
Meskipun begitu, pada realitanya tak banyak orang yang
mempunyai sikap konsistensi yang tinggi. Cenderung diantara kita lebih banyak
orang yang bersikap plin-plan dan mudah goyah pendiriannya. Pemahaman teori
tentang konsistensi diri saja tidak cukup,karena yang paling utama adalah
mengaplikasikan lewat pikiran, hati sekaligus tindakan. Sehingga nantinya
tercipta harmonisasi yang sesuai dengan norma-norma konsistensi diri . karena
bisa saja kita paham betuk secara teori akan sesuatu hal, yang pada dasarnya hal
tersebut tidak harus dilakukan. Namun karena ketidaksesuaian antara
pemikiran,hati ada juga tindakan , akhirnya sesuatu yang kita pahami betul
secara teorinya, malah kita lakukan dalam prakteknya.
Hal-hal yang semacam
itu yang harus kita hindari, bila perlu kita cegah dalam ketidaksesuaian
tersebut, biasanya terjadi pergolakan batin dan pikiran.
Terjadi perbedaan
kemauan antara pikiran dan hati nurani .sehingga diri kita merasa bimbang
mengenai tindakan apa yang kita lakukan. Padahal sudah jelas tergambar dalam
teori, bahwa sesuatu yang betul sudah jelas betul, dan sesuatu yang salah sudah
tentu salah. Dari efek bimbang itu , kita menganggap apa yang betul menjadi
betul, ragu-ragu dalam bertindak dan rancu dalam berpikir. Kemudian apabila
konsistensi dalam diri tidak ada,maka aka nada efek negative yang terjadi
terhadap kita . kita mudah untuk dipengaruhi oleh orang lain, tidak dapat
mandiri (terlebih mandiri dalam berpikir) dan yang fatal adalah ketika hidup
kitaterpuruk hanya karena salah dalam mengambil keputusan yang tepat. Lalu
dalam Al-Qur’an maupun hadits nabi pun sudah terang sekali, bahwasannya sikap
ragu-ragu dan tidak konsisten itu tidak dianjurkan. Seperti yang tergambar
dalam firman Allah SWT, Q.S Al-Baqarah : 147
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan
sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS:
Al-Baqarah Ayat: 147)
Kemudian
muncul sebuah pertanyaan, lantas apa yang harus kita lakukan supaya konsistensi
dalam diri ini terbentuk yang harus kita lakukan adalah mencoba resep BIR
(Butuh,Ingat dan Rasa). Maksudnya butuh adalah disini tidak dapat dipungkiri
bahwa individu dengan individu lainnya, atau individu dengan kelompok maupun kelompok
dengan kelompok.
Kita
membutuhkan orang lain, dimana orang tersebut yang kita anggap tepat dan yang
kita rasa bijak dalam memberikan nasihat maupun pendapat untuk kita. Orang yang
tepat dan bijak biasanya selalu bersikap netral. Melihat sesuatu secara
obyektif, tidak memandang siapa kita dan paham antara yang betul dan salah ,
yang hak dan yang bathil.
Pemilihan orang yang tepat ini harus
kita pilih secara tepat pula. Karena kita butuh orang lain, tetapi kita tidak
butuh banyak orang untuk tahu akan masalah kebimbangan yang kita hadapi.
Sebab jika terlalu banyak orang yang
memberikan suaranya atau pendapatnya, maka potensi-potensi untuk kita bimnbang
akan semakin tinggi. Kita justru akan terombang-ambing dengan pendapat si A, si
B ,Si C, Si D maupun si E .
yang kita perlukan adalah “cukup
orang yang tepat dan bijak”. dari beberapa nasihat dan pendapat dari orang yang
tepat itulah kita belajar konsistensi diri. karena setidaknya pepatah
mengatakan ,”kalau kita ingin menjadi orang yang pintar,maka patutlah kita
berteman dengan orang yang pintar pula. Jika kita berteman dengan orang yang
bodoh ,maka kita akan meniru kebodohannya.”
Selanjutnya
resep ingat, artinya ingat tentang tujuan kita berkonsistensi diri . karena
yang namanya tujuan adalah maksud dan proses akhir dari sebuah perjalanan.
Ketika kita sudah focus akan tujuan
kita berkonsistensi diri, maka otomatis kita sudah tau arah dalam memfilter
tindakan yang harus kita lakukan dan tindakan mana yang tidak harus kita
lakukan, kita dapat memfilter keputusan mana yang tepat untuk diambil dan
keputusan mana yang tidak dapat untuk diambil. Dengan kita selalu
mengingat-ingat tentang tujuan berkonsistensi diri, dapat pula menimalisir
goyahnya pikiran dan tindakan kita. Contoh , ketika pikiran kita melenceng dari
tujuan konsistensi diri atau tindakan kita sudah mengindikasikan sikap yang
tidak konsisten dan melanggar janji terhadap diri, sesegera mungkin cobalah
ingat tujuan awal kita untuk konsisten, maka hal tersebut memungkinkan kita
untuk ada batasan dalam bertindak.
Resep
terakhir adalah rasa, artinya rasa percaya bahwa kita bisa berubah kea rah yang
lebih baik lagi dengan harus bersikap konsisten. Hal itu yang salah satunya
dapat membentuk konsistensi dalam diri kita. Rasa percaya tersebut memuat sebuah
keyakinan yang kuat, dan dari keyakinan itulah yang mensugestikan dan
memotivasi pikiran kita agar bisa bersikap konsisten dan dapat menjadi orang
yang lebih tegas dalam mengambil sikap .
Keadaan
hidup kitamemang tidak selamanya mudah untuk dijalani. Banyak pilihan-pilihan
yang dapat membimbangkan untuk kita ambil. Adakalanya jika kita tidak konsisten
atau konsistensi dalam diri ini tidak terbentuk, maka hanya akan
mengombang-ambimhkan perasaan dan pikiran kita. Istilah jawa bilang “ruwet
ngejlimet” dalam menentukan sikap. Oleh karena itu, sebelum kita hanyut dalam
kebimbangan yang terlalu jauh lagi, maka pantaslah kita mengantisipasinya lewat
bentukan sikap konsisten. Mempola serta merancang konsistensi dalam diri kita
sebaik mungkin. Insya Allah jika niat kita tidak setengah-setengah untuk bisa
konsisten, maka kedepannya pun kita akan terus bisa bersikap konsisten.
0 komentar:
Posting Komentar