PENDAHULUAN
A. ALASAN MENGAPA HARUS MENJADI
SEORANG PENGUSAHA
Pertama,
sebagai seorang muslim, panutan kita adalah Nabi Muhammad SAW, dimana beliau
adalah seorang pengusaha . Nabi Muhammad SAW sudah belajar berdagang semenjak
beliau kecil, semenjak masih dalam asuhan Halimah yang mengasuh beliau saat
beliau masih kecil. Beliau selalu menjunjung tinggi kejujuran dalam setiap
transaksi perdagangan yang dilakukan, sehingga tak heran jika akhirnya barang
dagangannya laris diburu pembeli.
Kedua,
dengan menjadi pengusaha kita bisa membantu lebih banyak orang . Untuk membantu
orang, kita tidak harus menjadi seorang pengusaha. Namun, untuk membantu lebih
banyak orang, kita perlu menjadi seorang pengusaha . Kenapa lebih banyak orang
? Untuk membantu seseorang, siapapun bisa melakukannya. Ketika ada pengemis di
pinggir jalan dan kita memberinya uang, maka kita dapat dikatakan membantu
pengemis tersebut. Ketika ada teman kita yang mengalami musibah, kita
memberinya bantuan, maka kita bisa disebut membantu teman kita tersebut, dan
hal itu bisa dilakukan oleh semua orang, asalkan ia mempunyai niat.Seorang
pengusaha dapat membantu lebih banyak orang karena saat ia memiliki seorang
karyawan, maka ia telah membantu karyawan tersebut untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Jika karyawan tersebut telah mempunyai keluarga, maka skala yang
dibantu oleh keluarga tersebut semakin meluas. Saat ia menggaji karyawan
tersebut, berarti ia telah membantu kehidupan keluarga tersebut, ia telah
membantu anak dari karyawannya agar anaknya bisa mengenyam bangku sekolah . Dan
hal itu bisa dilakukan seorang pengusaha hanya dari seorang karwayan. Bagaimana
bila ia mempunyai 10 ? 100 ? atau bahkan ribuan karyawan ? berarti semakin
banyak pula orang yang ia bantu, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh seorang
pengusaha.
Selain
itu, dengan menjadi seorang pengusaha berarti kita telah membantu pemerintah
kita dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Bukan rahasia lagi jika saat ini
banyak sarjana dari perguruan tinggi yang menjadi seorang pengangguran, dan kita
tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemerintah akan hal ini. Menjadi seorang
pengusaha atau karyawan adalah pilihan hidup, kita bisa memilih salah satu
diantara keduanya dengan menanggung resiko masing-masing. Sehingga , bila kita
tidak ingin menjadi beban bagi pemerintah maupun bagi orang tua kita karena
tidak kunjung mendapatkan pekerjaan, maka saya pikir menjadi pengusaha adalah
sebuah pilihan yang tepat.
Ketiga,
dengan menjadi seorang pengusaha kita akan memiliki waktu lebih bersama
keluarga. Keluarga adalah salah satu elemen terpenting dalam hidup kita, apapun
akan kita lakukan untuk membahagiakan keluarga kita. Dengan menjadi seorang
pengusaha, saya pikir kita akan mempunyai waktu yang lebih bersama keluarga
kita .
B. ENTREPRENEUR TIDAK MENUNGGU TAPI
MENCIPTAKAN
Menjadi seorang
pengusaha tidak hanya butuh teori, namun pengalaman dalam menjalankan usaha
juga sangat penting. Bpk Dahrul Iskan (CEO Jawa Pos Group dan Dirut PT.PLN)
dalam Grand Seminar IEC 2011 berkata “ Kita harus cepat dalam memulai bisnis,
agar cepat gagal. Karena dari kegagalan tersebutlah kita dapat belajar untuk
menjalankan bisnis yang lebih baik “. Dari pernyataan tersebut dapat kita ambil
pelajaran bahwa kita harus menjadi seorang pengusaha sedini mungkin. Setiap ada
peluang untuk memulai suatu usaha, maka kita harus cepat bergerak. Banyak orang
yang hanya berfikir tentang usaha yang akan dilakukannya, tanpa adanya langkah
kongkrit untuk mewujudkan hal itu, dan hal inilah yang harus diubah oleh masyarakat
kita.
Menjadi wirausaha muda mandiri nasional kini sudah
menjadi mode. Tak perlu modal banyak, yang terpenting adalah ide."Saat ini
wirausaha muda telah menjadi daya tarik tersendiri dikalangan anak muda yang
bermodalkan ide," ungkap founder Mustika Ratu Mooryati Soedibyo
dalam seminar bertema "Wirausaha Kreatif Muda Mandiri Nasional" di
Universitas Bunda Mulia UBM, Jakarta Utara.Mooryati mengatakan, kunci untuk
memulai usaha bukan selalu masalah modal, karena modal bisa dicari. terpenting
adalah punya komitmen yang memiliki nilai jual dan dapat berguna saat
menjalankan usahanya. Saat ini, menurut Mooryati, para pemuda dituntut bisa
menciptakan masyarakat yang inovatif, kreatif, serta mampu membangun kemakmuran
dan kesejahtraan.Mooryati mengatakan, dengan berkembangnya jiwa wirausaha muda
di Indonesia semestinya kemiskinan tidak perlu terjadi kalau generasi mudanya
mempunyai pemikiran-pemikiran yang kreatif dan inovatif. Mooryati mengaku
memulai bisnisnya saat usianya telah menginjak usia 45 tahun. Namun hal
tersebut tidak menjadikan mooryati patah semangat untuk menjalankan
usahanya."Saya mulai bisnis saya pada usia 45 tahun, namun menurut saya
tidak ada kata terlambat untuk berusaha," terangnya.Mooryati pun mengaku
tidak mempunyai pendidikan ekonomi, tidak ada pengalaman kewirausahaan, dan
suaminya pun hanya seorang pegawai negeri sipil. "Saya bisa karena saya
mau, dan saya punya keinginan kuat," tegas Mooryati.Mooryati mengatakan
apa yang diperolehnya hingga saat ini bukanlah hanya dari pendidikan formal,
tetapi lebih kepada kemauan yang keras untuk mencapai keberhasilan."Jadi
apa yang saya capai bukan karena pendidikan formal, pengalaman, tapi karena
kemauan untuk maju. Entreprener itu tidak menunggu, tapi menciptakan sesuatu,
itu merupakan pemikiran yang kreatif menurut saya," ungkap Mooryati.
C. BAKAT ENTREPRENEUR BISA
DIKEMBANGKAN OLEH SIAPA SAJA
Dalam pandangan Ir. Ciputra, orang yang memiliki atau
mengelola sebuah bisnis, belum tentu seorang entrepreneur. Orang yang bisa
memiliki suatu bisnis dengan meniru bisnis yang sudah berhasil, seperti banyak
dilakukan dalam system waralaba. Dalam konteks ini seorang menjadi pebisnis
atau pengusaha, karena memiliki bisnis. Atau orang bisa menjadi pemilik dan
pengelola bisnis karena warisan dari orangtua, dari keluarga dan kerabatnya.
Pebisnis modal ini tidak memulai dengan visi, tidak melakukan tindakan-tindakan
inovatif, dan juga tidak mengambil resiko yang besar.”mereka itu bisa disebut
sebagai pebisnis atau pengusaha, tapi saya kira bukan entrepreneur seperti yang
saya maksudkan.” Kata Ciputra menegaskan pandangannya. Jadi, menurut Ciputra,
seorang entrepreneur pastilah pebisnis dan pengusaha yang handal. Namun,
seorang pebisnis atau pengusaha, belum tentu memenuhi kualifikasi untuk bisa
disebut sebagai entrepreneur.
Pentingnya
factor lingkungan yang kondusif dan latihan untuk mengembangkan potensi dan
mengasah bakat-bakat kaum muda di Indonesia, bahkan telah membuat didirikannya
Universitas Ciputra di Surabaya, yang memilih tema utama Creating World
Class Entrepreneur. Ciputra menyadari bahwa ada kondisi yang harus
diciptakan untuk mendorong dan memperbesar kemungkinan lahirnya para
entrepreneur baru yang membangun dan mengharumkan nama Indonesia di masa depan.
Ciputra sendiri menemukan bakat atau talenta terbaiknya sebagai entrepreneur
lewat proses pembelajaran yang berkelanjutan. Oleh karena itu, ia suka bicara
soal pentingnya orang mau belajar. Ia sendiri tidak pernah mengangap dirinya
sebagai orang jenius dalam segala bidang, tetapi sebagai orang yang mau belajar.
Dengan kata lain, ia tidak merasa kalau orang berbakat maka tidak perlu belajar
lagi. Justru ia merasa bahwa orang yang berbakat akan senang belajar dari
sumber-sumber terbaik. Kata Ciputra, “Entrepreneur yang paling berbakat pun
tetap manusia biasa. Dan Anda tidak harus menjadi orang jenius dalam semua
bidang untuk menjadi entrepreneur sukses. Setahu saya, Li Kha Sing juga bukan
orang jenius di segala bidang. Namun ia berhasil menjadi entrepreneur sukses,
baik di negerinya maupun di mancanegara. Kita hanya perlu jenius dalam bidang
yang sesuai dengan bakat dan pilihan hidup kita. Dan untuk itu kita harus terus
belajar.”
Orang-orang
muda yang akan maupun tengah menyiapkan diri menjadi entrepreneur layaknya
mencatat karakter demikian itu. Rasa ingin tahu yang besar untuk mewujudkan
atau menciptakan sesuatu yang lebih baik dan bernilai mengharuskan seorang
entrepreneur sebagai manusia pembelajar, tak pernah berhenti belajar.
Kembali
ke soal bakat, bagaimana jika orang merasa hanya memiliki sedikit bakat untuk
menjadi entrepreneur? Untuk kasus semacam ini Ciputra memberikan dua anjuran.
Pertama, jadilah professional [pegawai] dengan kemampuan entrepreneurship.
Orang seperti Jack Welch, yang pernah memimpin perusahaan No. 9 terbesar di
dunia – General Electrics yang legendaris itu—adalah contoh professional dengan
kemampuan entrepreneurship yang handal. Memilih menjadi nahkoda sebuah “kapal
bisnis” skala dunia, juga merupakan suatu prestasi yang mengagumkan, bukan?
Jadi potensi entrepreneurship tetap perlu dikembangkan, sekalipun berada dalam
konteks organisasi bisnis yang bukan milik sendiri. Para profesional dengan
kemampuan entrepreneurship ini umumnya disebut sebagai intrapreneur.
Kedua, mulailah dengan merintis
bisnis dalam skala kecil. Atau bias meneruskan bisnis keluarga yang telah lebih
dulu ada, lalu mengembangkannya. Bias juga “meniru” bisnis orang lain atau
mengambil bisnis waralaba. Lalu secara bertahap cobalah untuk lebih maju dengan
membangun visi dan mengambil risiko yang lebih besar. Dalam pandangan penulis,
menjadi pebisnis dan pengusaha dalam skala kecil menengah justru sangat
diperlukan dalam konteks membangun Indonesia ke depan. Sebab yang terpenting
adalah menciptakan lapangan kerja, pertama-tama bagi diri sendiri, dan kemudian
belajar mempekerjakan orang.
D. PERAN PEMERINTAH DALAM MENCIPTAKAN
ENTREPRENEUR BARU DIKALANGAN SARJANA
Kalau
boleh jujur, peran pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam menciptakan
wirausahawan muda, masih sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah pemuda saat
ini. Sudah seharusnya pemerintah berorientasi pada pembangunan ekonomi berbasis
penciptaan wirausahawan-wirausahawan baru dari kalangan pemuda.Program kegiatan
di berbagai sektor dan urusan pemerintah perlu diorientasikan agar terciptanya
kesempatan bagi pemuda untuk berwirausaha. Sehingga pemuda Indonesia tidak
melulu harus mencari kerja, selepas mengenyam pendidikan. Dengan terbukanya
kesempatan berwirausaha bagi pemuda, maka sikap, mental dan cara berpikir
mereka akan berubah.Perlu juga inisiatif pemerintah untuk mendirikan lembaga
pembiayaan dan bank untuk pemuda atau lembaga keuangan nonperbankan yang khusus
untuk melayani nasabah dari kalangan pemuda atau wirausahawan baru. Cara lain
yang bisa dilakukan pemerintah adalah mendorong agar lembaga keuangan dapat
memberikan porsi yang seluas-luasnya untuk mengucurkan kredit bagi
wirausahawan muda dengan persyaratan yang lebih mudah.
Harus
ada political and good will yang diaplikasikan dalam kebijakan anggaran dalam
mendukung penciptaan wirausahawan muda sehingga impian seorang Ciputra untuk
melihat ada empat juta pemuda entrepreneur dalam 25 tahun ke depan dapat
terwujud. Sebagaimana Undang-Undang Kepemudaan menurut Hermawan Kartawijaya,
pendiri MarkPlus Institute of Marketing, mengajak Pemuda Indonesia untuk jadi
Moral Force, Social Control dan Agent of Change. Karena itu, mereka juga
diharapkan jadi Leader, Entrepreneur dan Pioneer. Bahkan lebih jauh dari
itu sebenarnya Bung Karno, bapak pendiri bangsa telah menanamkan benih-benih
kemandirian bangsa melalui Ekonomi Berdikari sebagai salah satu pilar Trisakti.
Hal itu mensiratkan bahwa Bangsa Indonesia harus memiliki kemandirian di bidang
ekonomi. Menjadi bangsa yang mandiri berarti turunannya adalah masyarakat
mandiri, keluarga mandiri, dan pribadi mandiri. Dan kemandirian itu hanya
dimiliki oleh seorang wirausahawan.
Seperti
yang dikatakan Menko Perekonomian Hatta Rajasa bahwa Indonesia masih kekurangan
pengusaha-pengusaha baru. Indonesia masih defisit pengusaha, sehingga perlu
ditumbuhkan pengusaha-pengusaha baru. Saat ini jumlah pengusaha Indonesia masih
berada di angka 1%. Sedangkan jumlah pengusaha di negara maju setidaknya berada
di angka 5% dari total penduduknya.
Untuk
itu dibutuhkan peran konkret pemerintah melalui penciptaan program pendidikan
kewirausahaan bagi pemuda untuk memberikan kesempatan belajar kepada mereka
agar memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan menumbuhkembangkan jiwa
kewirausahaan. Namun, perlu disadari pula bahwa pemerintah agaknya tidak mampu
melakukan hal itu sendiri, mengingat segala keterbatasan pendanaan dan
infrastruktur pendukung lainnya. Karena itu, dibutuhkan kontribusi dan peran
pihak-pihak lain untuk mewujudkan hal itu.
Selain
itu, perlu adanya penumbuhan niat bagi kalangan anak muda untuk mau menjadi
pengusaha atau enterpreneur. Menko Perekonomian saat ini terus menggagas dan
meluncurkan berbagai program pengembangan usaha untuk kalangan muda. Sebagai
Menko, Hatta pun sudah memerintahkan lembaga pembiayaan pemerintah untuk
mempermudah akses pinjaman/ kredit kepada para pengusaha muda. Selain itu,
tinggal bagaimana kalangan muda, calon entrepreneur muda memanfaatkan
program-program yang digulirkan pemerintah.
PENUTUP
Indonesia saat ini membutuhkan para wirausaha muda untuk
dapat mendukung pertumbuhan ekonomi negara. Jumlah wirausaha di Indonesia baru
mencapai 0,24 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta.
Jumlah itu lebih rendah dibandingkan dengan wirausaha di beberapa negara luar
yang tingkat pertumbuhan ekonominya tinggi, seperti Amerika Serikat yang
mencapai 11%, Singapura 7%, dan Malaysia 5 %.Dengan melihat perbandingan
jumlah wirausaha di negara maju tersebut, wajar jika pertumbuhan perekonomian
di Indonesia masih lambat, meskipun saat ini Indonesia adalah negara dengan
tingkat pertumbuhan stabil. Oleh karena itu, pemerintah harus mengembangkan
sektor kewirausahaan dan meningkatkan jumlah wirausahawan agar dapat berperan
dalam mendukung ekonomi negara. Namun harus diingat, pertumbuhan jumlah
wirausahawan harus didukung oleh lembaga pendidikan, termasuk perguruan tinggi.
Pendidikan penting untuk memberi modal dasar bagi para wirausahawan. Melalui
jalur pendidikan dapat mengubah pola pikir seseorang untuk menjadikan
wirausahawan yang bekerja dengan menggunakan ide dan kreativitas.
Peran
perguruan tinggi, dalam hal ini dapat memotivasi para sarjananya menjadi young
entrepreneurs, yang merupakan bagian dari salah satu faktor pendorong
pertumbuhan kewirausahaan. Siklus yang kemudian terjadi adalah dengan
meningkatnya wirausahawan dari kalangan sarjana akan mengurangi pengangguran,
serta menambah jumlah lapangan pekerjaan.Tidak ada satu pun negara maju tanpa
ditopang pertumbuhan entrepreneur. Indonesia harus memperbesar jumlah
wirausahawan minimal dua persen dari jumlah penduduk atau sekitar empat juta
orang. Semoga pengusaha local akan bertambah, terlebih lagi kalau dimotori oleh
sarjana karena itu secara tidak langsung akan berimbas pada sarjana lainnya
untuk melakukan hal yang sama yaitu menjadi entrepreneur.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar