BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kasus
Bank Century, Kasus yang melibatkan
mantan orang nomor satu keuangan Indonesia Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati ini menjadi berita utama media massa. Dimana kasus tersebut seakan
selesai dengan sendirinya setelah Sri Mulyani ditunjuk sebagai Managing
Director Bank Dunia. Barangkali ada yang mengatakan bahwa perseteruan itu belum
selesai sepenuhnya karena adanya gugatan praperadilan oleh sejumlah ahli hukum
terhadap Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) yang dikeluarkan oleh
Kejaksaan karena mereka melihat alasan yang digunakan tidak tepat. Namun
pemberitaan di media dalam beberapa waktu kala itu telah beralih ke kasus Bank
Century.
Kasus Bank
Century merupakan kasus hukum yang disebabkan adanya dugaan pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh sejumlah pejabat pemerintah dalam mengeluarkan dana
talangan sebesar Rp 6,7 triliun bagi bank yang bermasalah itu.Kasus Bank
Century juga memunculkan dugaan bahwa sebagian dana talangan tadi mengalir ke
sejumlah pejabat politik dan tim sukses Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009. Bahkan ada organisasi kemasyarakatan
(ormas) yang menyebut nama sejumlah tokoh yang menerima sejumlah uang secara
terang-terangan. Tuduhan ini kemudian diadukan ke Kepolisian Daerah (Polda)
Jakarta Raya untuk diproses secara hukum.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Asal Mula Bank Century
Secara kronologi kasus Bank Century dimulai dengan
Tahun 1989 Robert Tantutar yang mendirikan Bank Century Intervest Corporation
(Bank CIC). Tahun 1999 pada bulan Maret Bank CIC melakukan penawaran umum
terbatas pertama, dan Robert Tantutar dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan
kepatutan oleh Bank Indonesia.
Pada
Tahun 2002, Auditor Bank Indonesia menemukan rasio modal Bank CIC amblas hingga
minus 83,06% (-83,06%) dan CIC kekurangan modal sebesar Rp 2,6 Triliun. Tahun
2003, bulan Maret Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas ketiga.
Bulan Juni, Bank
CIC melakukan penawaran umum terbatas keempat. Pada Tahun 2003 pun Bank CIC
telah terdapat masalah yang diindikasikan dengan adanya surat-surat berharga
valuta asing (Valas) sekitar Rp 2 Triliun yang tidak memiliki peringkat,
berjangka panjang berbunga rendah, dan sulitg untuk dijual.
Pada saat itu Bank Indonesia menyarankan
merger untuk mengatasi ketidak beresan pada Bank ini. Pada 22 Oktober 2004,
dileburlah Bank Danpac dan Bank Picco. Setelah menggabungkan ketiga Bank
tersebut, namanya pun diganti menjadi Bank Century dari PT Bank Century, Tbk.
Bank Century kala itu memiliki 25 kantor cabang, 31 kantor cabang pembantu, 7
kantor kas, dan 9 ATM. Tahun 2005, pada bulan Juni Budi Sampoerna, Paman Putera
Sampoerna (Mantan Pemilik PT H.M Samporna) itu menjadi salah satu nasabah
terbesar Bank Century cabang Kertajaya-Surabaya.
Tahun 2008, Bank Century mengalami kesulitan
likuiditas karena beberapa nasabah besar Bank Century menarik dananya, seperti
Budi Sampoerna. Budi akan menarik uangnya mencapai Rp 2 Triliun. Sedangkan dana
yang tersedia tidak ada, sehingga tidak mampu mengembalikan uang nasabahnya.
Dan pada tanggal 30 Oktober dan 3 Novembar sebanyak US$ 56 Juta surat-surat
berharga valas jatuh tempo dan gagal bayar.
Setelah 13
November 2008, pelanggan Bank Century tidak dapat mengambil atau melakukan
transaksi dalam bentuk devisa, tidak dapat melakukan kliring, bahkan untuk
mentransfer pun tidak mampu, bank hanya dapat melakukan transfer uang ke
tabungan. Jadi uang tidak bisa keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua
pelanggan Bank Century.
Nasabah pun
merasa dikhianati dan dirugikan, karena meraka banyak menyimpan uang di bank
tersebut. Pelanggan mengasumsikan bahwa Bank Century memperjual belikan produk
investasi ilegal. Alasannya adalah investasi yang dipasarkan oleh Bank Century
tidak terdapat di Bapepam-LK. Dan manajemen Bank Century pun mengetahui bahwa
produk investasi yang mereka jual adalah ilegal. Hal tersebut menimbulkan
kerugian yang sangat besar bagi nasabah Bank Century, dan uang para nasabah pun
tidak dapat dicairkan.
Keadaan ini
diperparah pada tanggal 17 November, Antaboga Delta Sekuritas yang dimiliki
Robert Tantutar mulai tak sanggup membayar kewajiban atas produk discreationary fund yang dijual Bank
Century sejak akhir 2007. Bank Century pun mengalami kalah kliring. Kalah
kliring adalah suatu istilah yang dipahami oleh semua masyarakat untuk
menggambarkan adanya defisit suatu bank. Sementara kliring itu sendiri adalah
pertukaran data keuangan elektronik antar peserta kliring. Baik atas nama
peserta atau klien yang mereka peroleh pada waktu tertentu.
Pada 20 November
2008, Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century
sebagai bank gagal berdampak sistemik
2.2 Dana Segar Untuk Bank Century Berupa Baillout
Kasus
Bank Century berdampak sistemik, isu yang beredar jika Bank Century dilikuidasi
akan memiliki dampak yang sangat besar terhadap bank-bank lainnya dan
mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional
menjadi menurun. Kasus yang dialami Bank Century tidak hanya akan berdampak
pada perbankan Indonesia, tetapi juga berdampak pada perbankan dunia.
Berbekal dari
pengalaman krisis finansial yang melanda dunia pada tahun 1997/1998, Indonesia
sebenarnya cukup sigap dalam menghadapi krisis tahun 2007/2008, namun ternyata
berbuntut pada kasus Bank Century. Karena diduga berdampak sistemik terhadap
pelaku ekonomi lainnya, yang dapat mengancam kestabilan perekonomian dan
kestabilan nasional, pada waktu itu pihak Pemerintah memberikan dana
talangan/bantuan (Baillout) terhadap Bank Century yang menelan dana sekitar Rp
6,7 Triliun, yang direkomendasikan oleh Komite Stabilitas Sektor Keuangan
(KSSK) hanya Rp 1,3 Triliun.
Pembengkakan
dana talangan (Baillout) untuk penyelamatan Bank Century tersebut pun menjadi
sebuah kontroversi, hal itu yang kemudian berkembang menjadi kajian Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mantan Ketua KPK
Antasari Azhar kala itu membuka fakta baru yang mencengangkan. Fakta itu
berkaitan dengan langkah penyelamatan Bank Century yang diduga merugikan
keuangan negara sebesar Rp 6,7 Triliun. Kasus Bank Century itu lalu
menggemparkan perpolitikan nasional. Apalagi hasil audit forensik Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjuk adanya kejanggalan dari langkah penyelamatan
terhadap Bank Century.
2.3 Aktor-aktor Penting Yang Terkait Dengan Kasus
Bank Century
Melalui
Menteri Keuangan saat itu, Sri Mulyani Indrawati, yang memberikan dana talangan
(Baillout) kepada Bank Century. Yang dalam pelaksanaannya baillout tersebut membengkak hingga Rp 6,7 Triliun dari semula
hanya Rp 1,3 Triliun. Hal tersebutlah yang menjadi tanda tanya besar dan
menjadi perbincangan hangat di beberapa media hingga sekarang.
Atas
temuan BPK yang janggal tersebut, DPR membentuk Tim Pengawas untik mengikuti
perkembangan kasus tersebut. DPR melakukan Hak angket, hak angket adalah hak anggota
badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan kembali. Panitia Khusus (Pansus)
hak angket yang dibentuk terdiri dari bagian anggota dari delapan fraksi,
diketuai oleh Idrus Marham. Tujuan dari Pansus ini adalah mengadakan
penyelidikan selama tiga bulan kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dan
yang berhubungan dengan Bank Century dengan meminta kesaksian dari pihak-pihak
tersebut.
Beberapa
petinggi negara seperti, Boediono (Mantan Gubernur Bank Indonesia), Jusuf Kalla
(Mantan Wakil Presiden), dan Sri Mulyani Indrawati (Mantan Menteri Keuangan)
memberikan kesaksian di pengadilan. Ketiganya memegang otoritas tertinggi
pengendalian perekonomian saat Indonesia terimbas krisis global November 2008.
Meskipun ada di
satu pemerintahan, mereka berpandangan berbeda secara ekstrem terkait kondisi
ekonomi saat itu, bahkan terkesan saling menyalahkan saat kebijakan Baillout kepada Bank Century.
Ø
Kesaksian Boediono
mengatakan bahwa tidak tahu pengucuran dana Penyertaan Modal Sementara (PMS)
senilai Rp 6,7 Triliun yang di kucurkan Bank Indonesia melalui Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS). Ia hanya mengetahui adanya perubahan dari koordinator Komite
Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK).
Ø Sedangkan
saat bersaksi di persidangan kasus Bank Century, 8 Mei 2014, Jusuf Kalla
berpendapat, tidak ada yang genting dalam perekonomian Indonesia pada November
2008. JK mengatakan bahwa Indonesia memang terkena imbas krisis yang terjadi di
AS dan Eropa, seperti penurunan nilai tukar dan perdagangan. Namun saat itu,
situasinya masih terkendali.
Ø Sementara
Sri Mulyani berpendapat situasi saat itu jelas krisis dengan gejala hampir sama
dengan krisis tahun 1998. Kondisi krisis tersebut tercermin dari jatuhnya nilai
tukar hingga lebih dari 30%, hingga menyentuh level Rp 12.000 per US$, naiknya
suku bunga obligasi, dan merosotnya Indeks Harga Saham hingga 50%.
Karena berbeda
pandangan soal krisis, pendapat mengenai kebijakan yang akan diambil pun
berbeda. Termasuk kebijakan tentang Baillout.
Namun dari nama aktor-aktor penting tersebut, terselip nama orang nomor satu di
Indonesia, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ikut dalam
lingkaran misteri tokoh-tokoh yang masuk dalam opera skandal dugaan korupsi
mega Bank Century.
Presiden menyatakan bahwa dirinya tidak
pernah dimintai arahan dari keputusan terkait kebijakan pemberian dana talangan
(Baillout) kepada Bank Century senilai Rp 6,7 Triliun. Pernyataan Presiden
tersebut disinyalir merupakan sebuah kobohongan, karena Sri Mulyani selaku Menteri
Keuangan kala itu sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
telah memperingati SBY sebanyak tiga kali.
Anehnya, dalam
pidato tangggal 4 Maret 2010, atau sehari setelah pengambilan keputusan dalam
rapat Paripurna DPR RI tentang kasus Baillout
Bank Century, Presiden SBY menyatakan bahwa dirinya tengah di Luar Negeri untuk
menghadiri KTT G20 Di Amerika Serikat.
Tiga
kali surat dari Sri Mulyani untuk SBY:
1. Berawal
dari Surat Bank Indonesia kepada Menteri Keuangan selaku Ketua KSSK Sri Mulyani,
yang di paraf oleh Gubernur Bank Indonesia (kala itu) Boediono, tertanggal 20
November 2008. Menyatakan perkembangan terakhir dari Bank Century CAR (Rasio
kewajiban penyediaan modal minimal) nya -3,53%. Dengan begitu bank tersebut
tidak layak menerima dana talangan dan Bank Century dinyatakan sebagai bank
gagal berdampak sistemik. Mendapat penjelasan dari BI selanjutnya Sri mengirim
surat kepada Presiden SBY tanggal 25 November 2008 dengan Nomor surat
S-01/KSSK.01/2008. Surat tersebut merupakan surat peringatan pertama kepada
SBY.
Dalam surat peringatan pertama itu,
juga dilampirkan notulen rapat KSSK tanggal 21 November 2008, Notulensi rapat
tertutup KSSK. Pada tanggal yang sama yang dihadiri oleh Boediono dan Sri
selaku Menteri Keuangan juga dilampirkan keputusan No 04/KSSK.03/2008 tentang
penetapan PT Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik serta
keputusan penyerahan Bank Century ke LPS.
2. Surat
peringatan kedua dari Sri Mulyani kepada SBY dikirim tanggal 4 Februari 2009
dengan Nomor surat SR-02/KSSK.01/II/2009. Bahkan dalam surat penyertaan kedua
ini yang ditembuskan kepada Menteri Sekretaris Negara, Ketua Dewan Komisioner
LPS, dan Sekretaris KSSK. Sri Mulyani mencantumkan CAR Bank Century -3,53%
secara jelas.
3. Lantaran
tak ada tanggapan dari Presiden SBY, Sri Mulyani kembali mengirim surat kepada
SBY setelah terpilih menjadi Presiden bersama Boediono, tepatnya tanggal 29
Agustus 2009. Nomor surat itu adalah SR-36/MK.01/2009. Dalam surat ketiga itu,
Sri selaku Menteri Keuangan kembali merujuk kepada surat pertama dan kedua
dengan kalimat pembuka yang tak lazim yang juga ditembuskan kepada Menteri
Sekretaris Negara, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner LPS, dan Sekretaris
Jenderal Departemen Keuangan.
Apabila
kronologis surat Menteri Keuangan tersebut terbukti benar adanya, maka hal itu
secara otomatis menjadi bukti bahwa Presiden SBY telah melakukan kebohongan
publik terkait keterlibatannya dalam mega skandal maling uang rakyat dalam
kasus Bank Century. Berdasarkan bukti-bukti tersebut (jika ternyata benar),
maka tanpa menunggu selesainya proses hukum Bank Century, DPR sebetulnya sudah
bisa mengambil langkah politik berupa Hak Interpelasi dan Hak Angket, serta Hak
menyatakan pendapat yang lazimnya berujung pada sidang Paripurna DPR/MPR untuk
tindak pemakzulan presiden.
Terlebih lagi
ditambah oleh pengakuan yang disampaikan Antasari dalam program “Metro
Realitas” (Kamis, 09 Agustus 2012), menguak lagi adanya bau busuk dari
penyelamatan Bank Century. Pengakuan ini bahkan luar biasa karena ternyata
langkah penyelamatan itu dibahas dalam rapat di ruang kerja Presiden.
Rapat itu
sendiri tidak pernah di ungkap di publik. Padahal salah satu yang dibahas dalam
rapat tersebut adalah berkaitan dengan Bank Century. Artinya, skenario skandal
dugaan mega korupsi itu diketahui oleh Presiden SBY, dan bahkan Presiden SBY
sendiri memberikan arahan untuk penyelesaiannya.
Selain
besarnya dana talangan, hal lain yang dipersoalkan kenapa Bank Century tak ditutup,
kabarnya ada nasabah besar yang dilindungi. Nasabah tersebut adalah Budi
Sampoerna, yang disinyalir mempunyai dana sebesar Rp 1 Triliun hingga Rp 2 Triliun.
Munculnya Budi
Sampoerna turut menyeret nama Komisaris Jenderal Susno Duadji (kala itu). Isu
tidak sedap merebak dikalangan anggota Dewan. Kepala Badan Reserse Kriminal
Markas Besar Polri (Kabareskrim Mabes Polri) itu disebut-sebut dalam proses
pencairan dana Budi Sampoerna. Keterlibatan Susno Duadji, terlihat dari
dikeluarkannya Surat Badan Reserse Kriminal pada 7 serta 17 April 2009. Surat itu
menyatakan dana milik Budi Sampoerna dan US$ 18 Juta milik PT Lancar Sampoerna
Bestari di Bank Century sudah tak ada masalah lagi.
Selain itu,
Susno turut memfasilitasi beberapa pertemuan direksi Century dengan pihak Budi
sikantor Bareskrim. Pertemuan itu menghasilkan dua kesepakatan. Salah satunya
soal persetujuan pencairan dana senilai US$ 58 Juta dari total Rp 2 Triliun
milik Budi atas nama PT Lancar Sampoerna Bestari. Kesepakatan lainnya,
pencairan dilakukan dalam rupiah. Atas upaya tersebut, Susno dikabarkan
dijanjikan oleh Lucas, Kuasa hukum Budi, mendapat komisi 10% dari jumlah uang
Budi yang akan cair.
Hal
tersebut menambah daftar panjang aktor-aktor yang terkait dengan kasus Bank
Century. Perjalanan panjang kasus Bank Century ibarat sebuah opera yang terus
bersambung dan belum mendapatkan kepastian hukum yang benar-benar jelas. Namun,
meskipun begitu kuat bau korupsi dari langkah penyelamatan Bank Century, seakan
penuh misteri, tidak mudah untuk membawanya ke ranah hukum. Padahal secara
politik sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan adanya
pelanggaran dari langkah penyelamatan yang dilakukan pemerintah. Mungkinkah kasus ini akan terus menjadi sebuah misteri yang
tak terpecahkan ? seakan terdapat pintu tebal yang tak dapat di buka dan di
tembus oleh apapun, bahkan dengan hukum sekaipun, karena kasus Bank Century
turut menyentuh orang nomor satu di Indonesia.
2.4 Rangkuman Urutan Kronologi Awal Persoalan Yang
Dihadapi Oleh Bank Century
Disini
secara rinci ditulis mengenai bagaimana kronologi persoalan yang dihadapi oleh
Bank Century sampai bank ini dinyatakan harus diselamatkan oleh pemerintah.
· 2005,
Bank Indonesia mendeteksi surat-surat berharga valas di Bank Century sebesar
US$ 210 Juta.
· 30
Oktober dan 3 November 2008, sebanyak US$ 56 Juta surat-surat berharga valas
jatuh tempo dan gagal bayar. Bank Century kesulitan likuiditas. Posisi CAR Bank
Century Per 31 Oktober -3,53%.
· 13
November 2008, Bank Century gagal kliring karena gagal menyediakan dana
prefund.
· 17
November 2008, Antaboga Delta Sekuuritas yang dimiliki Robert Tantutar mulai
default membayar kewajiban atas produk discreationary fund yang dijual Bank
Century sejak akhir 2007.
· 20
November 2008, BI mengirim surat kepada Menteri Keuangan yang menetapkan Bank Century
sebagai bank gagal yang berdampak sistemik dan mengusulkan langkah penyelamatan
oleh LPS. Dihari yang sama, KSSK yang beranggotakan BI, MenKeu, dan LPS
melakukan rapat.
· 21
November 2008, Bank Century diambil alih oleh LPS berdasarkan surat keputusan
KSSK dengan nomor surat 04.KSSK.03/2008.
Robert Tantutar, salah satu
pemegang saham Bank Century bersama tujuh pengurus lainnya di cekal. Pemilik
lain, Rafat Ali Rizki, dan Hesham Al-Wairaq menghilang.
· 23
November 2008, LPS memutuskan memberikan dana talangan senilai Rp 2,78 Triliun
untuk mendongkrak CAR menjadi 10%.
·
5 Desember 2008, LPS
menyuntikkan dana Rp 2,2 Triliun agar Bank Century memenuhi tingkat kesehatan
bank.
·
9 Desember 2008, Bank
Century mulai menghadapi tuntutan ribuan investor Antaboga atas penggelapan
dana investasi senilai Rp 1,38 Triliun yang mengalir ke Robert Tantutar.
·
31 Desember 2008, Bank
Century mencatat kerugian Rp 7,8 Triliun pada 2008. Asetnya tergerus menjadi Rp
5,58 Triliun dari Rp 14,26 Triliun pada 2007.
·
3 Februari 2009, LPS menyuntikkandana
Rp 1,5 Triliun.
·
11 Mei 2009, Bank
Century keluar dari pengawasan khusus BI.
·
3 Juli 2009, Parlemen
mulai menggugat karena biaya penyelamatan Bank Century terlalu besar.
·
21 Juli 2009, LPS
menyuntikkan dana Rp 630 Miliar atau senilai Rp 1,3 Triliun.
·
18 Agustus 2009, Robert
Tantutar dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar subsider 5 bulan
kurungan di pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebelumnya pada 15 Agustus,
manajemen Bank Century menggugatnya sebesar Rp 2,2 Triliun.
·
3 September 2009,
Kepala Kepolisian RI menyampaikan kepada DPR agar terus mengejar aset Robert
Tantutar sebesar US$ 19,25 Juta, serta Hesham dan Rafat sebesar US$ 1,64 Juta.
·
10 September 2009,
Robert Tantutar divonis 4 tahun penjara dan dengan 50 miliar.
2.5 Ganti Nama, Bank
Century Menjadi Bank Mutiara
Pada
akhirnya PT Bank Century Tbk berganti nama menjadi PT Bank Mutiara Tbk.
Penggantian nama ini dilakukan untuk mengubah anggapan masyarakat terhadap bank
tersebut yang selama ini dinilai buruk.
Dalam
keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, disebutkan bahwa manajemen bank
tersebut telah melaporkan pergantian nama 28 September 2009. Kemudian bank itu
berganti nama menjadi Bank Mutiara pada 2 Oktober 2009. Meskipun berganti nama,
kode perdagangan saham tetap BCIC.
Direktur
Bisnis Bank Century, Benny Purnomo dalam keterangan pers beberapa waktu itu
mengatakan perubahan nama itu untuk membangun persepsi positif karena selama
ini dinilai buruk.
Pergantian
logo serta nama Bank Century menjadi Bank Mutiara dimaksudkan untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat yang dalam beberapa bulan terakhir kala itu
melemah akibat kemelut yang menimpa Bank Century.
PT
Bank Century Tbk (BCIC) membutuhkan investasi mencapai Rp 1,8 Miliar untuk
proses penggantian nama menjadi Bank Mutiara pada awal Oktober tesebut.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebetulnya
menanggapi skandal kasus mega korupsi Bank Century yang menyentuh tokoh-tokoh
penting di Indonesia semua tentunya kembali kepada pihak DPR RI dan juga
Lembaga penegak hukum. Seberapa jauh mereka ingin mencari kebenaran dan
menegakkan keadilan.
Kasus skandal dugaan mega korupsi Bank
Century ini merupakan persekongkolan kejahatan yang luar biasa apabila sampai
dibahas secara khusus di dalam istana, namun sengaja tidak pernah diungkapkan kepada
publik.
DAFTAR
PUSTAKA
S Advendi, Kartika
Elsi S. HUKUM DALAM EKONOMI (EDISI II). Jakarta: Grasindo, 2004.
Katuuk, Neltje
F. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: Gunadarma, 1994
0 komentar:
Posting Komentar